Antara Gedung-gedung Berpendidikan Ibukota

Maret lalu, di antara gedung-gedung berpendidikan. Kumulai sebuah jalan singkat di tempat yang cukup jauh disana. Pada padatnya Ibukota Jakarta yang gempita. Demi obsesi yang belum tuntas aku penuhi, dan mungkin tak akan pernah tuntas jika aku hanya berdiam diri.

Ya. Sebelum sanggup datang ke sini, Sintesa. Aku masih memiliki beberapa kesulitan keuangan, dan miskinnya pengalaman. Bukannya aku tak pernah belajar. Namun, kegilaanku pada ilmuNya mungkin akan terus mengatakan seperti itu.

Walau ingatan jangka panjangku sedikit bermasalah. Hahaha…

Mencoba Menjadi Layouter

Datang pada perusahaan orang, diterima dan bekerja di sana. Pada awalnya mencoba menjadi layouter inti menjadi penggodaku. Mengatur tampilan sebuah majalah pendidikan yang harus di produksi dan di sebarkan ke berbagai daerah secara berkala.

Berekanan langsung perusahaan yang aku tempati dengan Kementrian Pendidikan Republik Indonesia menjadi salah satu penyemangat media pekerjaan ini.

Dengan pengalaman yang dulu, yang sempat bersaing untuk lomba Majalah Digital se-Jawa Timur dan menjadi sepuluh besar diantaranya. Aku kira bisa menjadi bekal.

Namun melihat waktu dan keadaan, sedikit ku urungkan niat itu. Ditambah lagi kedatangan dua orang desainer lulusan Universitas ternama Indonesia dimana dasar skillnya adalah seorang desain. Mereka saja yang mengisi. Aku akan menjadi mata kedua.

Keterbatasan waktu yang aku inginkan disana juga tidak terlalu lama, karena pada saat awal wawancara masuk perusahaan ini sudah kumaksudkan untuk sebentar sebelum akhirnya masuk ke Sintesa ini. Sebuah lembaga belajar yang terfokus kepada Al-Qur’an dan Bisnis Online.

Ya. Belajar, adalah keinginan sederhana dan setiap orang membutuhkannya. Namun, tidak semua orang bisa mendapatkan cara belajar sesuai apa yang seharusnya.

Kita lanjutkan cerita ini.

Berpindah Haluan

Setelah mendapati keadaan ini, aku di pindahkan untuk menjadi backup desainer. Namun juga tak hanya itu, sesuai kesepakatan awal. Aku juga membantu setiap pekerjaan di perusahaan tersebut untuk bisa lebih cepat dan efisien terhadap waktu.

Walau terkadang keterbatasanku beberapa kali menghambat. Ya, aku hanya satu orang. Baru belajar pula dalam beberapa hal disana. Tapi banyak yang harus bisa aku selesaikan.

Dalam waktu produktif atau tidak, setidaknya aku harus melakukan pekerjaan ini. Membantu dalam penulisan kembali hasil wawancara, mengatur keuangan harian, mengurus administrasi kantor, bahkan urusan rumah tangga dari petugas kebersihan sampai memasak di dapur aku kerjakan.

Menulis Kembali

Sebelum menulis sebuah berita. Kita harus meliput berita tersebut. Namun tak mungkin kita langsung menulis di tempat kejadian bukan? Maka dari itu ada fasilitas untuk merekam percakapan dan hal-hal penting di lokasi berita.

Nah, sebagian pekerjaan itu aku juga mengerjakannya. Ini dimasukkan agar pekerjaan teman-teman kerja yang lain bisa lebih cepat dan tepat waktu. Banyaknya buku dan majalah yang harus di edarkan memang menuntut pekerjaan ini dikerjakan tidak oleh satu orang.

Belajar dalam Inventarisasi

Sebenarnya tidak semuanya. Aku hanya membukukan keuangan pokok perbulan dan juga membantu kebutuhan administrasi kantor. Mendapatkan salah satu bagian untuk mendaftar setiap pengeluaran dan pemasukan yang terjadi. Dimulai dari kebutuhan kantor dan juga konsumsi harian yang rutin.

Pula membantu menyiapkan surat-surat penting kantor jika dibutuhkan. Dengan ini banyak pelajaran yang bisa aku ambil, dunia redaksi yang sebelumnya hanya sebuah bayangan. Namun waktu itu bisa kunikmati sebagiannya.

Berbaur dengan Penulis Pendidikan

Semua orang bisa menjadi penulis, asal mau membaca. Itulah yang selalu aku tekankan. Dan di sini lah aku berteman ”lagi” dengan para penulis berpengalaman. Jika dulu, aku sempat berbaur dengan penulis untuk setiap cerita fiksi yang tak cukup nyata. Namun waktu itu aku bisa melihat langsung mengapa dan bagaimana berita itu lahir untuk tulisan.

Memuatkan fakta-fakta yang benar-benar ada di lapangan. Terutama berkaitan dengan pendidikan Indonesia yang tersebar hingga pelosok negeri ini memang mengundang tantangan sendiri. Mereka diharuskan terjun langsung untuk mendapatkan cerita yang sebenarnya.

Menjadi Pemain Belakang

Seperti halnya sepak bola. Pemain belakang tak selalu terlihat langsung perannya untuk setiap goal yang diraih oleh pemain depan. Begitu pula sebagian pekerjaan yang aku jalani kala itu.

Bangun pagi, selalu mencoba aktif walau diwaktu libur. Menyiapkan segala keperluan para penulis dan layouter mulai dari kebersihan sampai soal makanan. Hal yang sebenarnya tidak terlalu asing bagiku yang selama ini sering berjalan sendiri dan jauh dari rumah.

Namun seperti yang pernah aku dengar dari seseorang yang aku kagumi, bersikaplah biasa untuk mendapatkan ilmu lebih banyak. Seperti itulah yang aku lakukan disetiap saat dalam pekerjaan. Alih-alih ingin mendapatkan ilmu dari mereka yang bergelar dan memiliki banyak pengalaman hidup. Aku rela menjadi apapun, asal bisa bergaul dengan mereka.

ISBN untuk Buku dan Majalah

Ini merupakan salah satu pengalaman terpenting saat di Jakarta. Waktu itu penulis mendapatkan tugas untuk mendaftarkan buku dan majalah yang akan segera diterbitkan. Berangkatlah waktu itu dari Kalibata City menuju Perpustakaan Nasional di daerah Pasar Senen.

Melewati daerah Kampung Melayu, kami sempat berhenti karena kehujanan. Namun itu tidak berlangsung lama dikarenakan waktu sudah hampir asar. Untungnya Allah mengabulkan doa kita, hujan segera reda setelah kami akan bersiap melanjutkan perjalanan lagi.

Setelah beberapa waktu perjalanan akhirnya tibalah kita di sana, Perpustakaan Nasional. Setelah itu kita masuk ke Gedung B lantai 2. Disana kami menyerahkan beberapa berkas keperluan untuk sertifikasi mendapatkan ISBN.

Ada 1 Buku dan 2 Majalah waktu itu. Namun ternyata buku yang kita daftarkan kurang daftar penerbit hingga akhirnya kami terpaksa untuk menunda mendapatkan nomor khusus buku tersebut sampai esok hari. Namun satu kali pengalaman itu sudah cukup untuk membuat aku menjadi tahu tentang bagaimana proses buku atau majalah akan dicetak.

Menuju Roda Lain

Empat bulan aku disana. Akhirnya aku putuskan untuk menyudahinya. Bukan karena bosan atau tak suka. Namun sesuai yang aku utarakan diawal, aku akan melanjutkan perjalanan hidupku ini ke Sintesa. Tempat dimana aku bisa belajar memperdalam ilmu Agamaku dan juga ilmu bisnisku.

Sempat ragu untuk pamit, namun akhirnya aku beranikan diri untuk mengatakannya. Kurasa ada beberapa kekecewaan di raut wajah teman-teman sekantor waktu itu. Namun apa daya, kail sudah aku lempar. Merasa enggan untuk membatalkan apa yang telah kuputskan.

Namun, aku banyak-banyak terimakasih. Disana, begitu banyak pelajaran hidup yang bisa aku pelajari, baik itu hal yang telah kuperbaharui lagi dan atau hal yang benar-benar baru aku dapatkan dari pekerjaan dan hidup di Jakarta.

Seperti itulah penggalan kisah sebelum aku menjadi santri Sintesa. Lebih tepatnya sebulan lima hari sebelum aku datang dan memulai belajar di Sintesa ini.