Hari Pertama di Gedung Pesantren Baru

Malam pertama di gedung baru. Tertanggal 24 September dan tertanggal 1 Oktober saat aku menulis kisah ini. Namun baru terpos pada tanggal 8 Novembernya. Hahaha…

Proses perpindahan aku dan teman-teman se-angkatan 4 Sintesa pindah dari gedung pesantren lama di desa Jaranan ke gedung pesantren baru di desa Dupak.

Dimana ada cukup banyak potongan kisah yang bisa aku ceritakan. Dari proses pertama perpindahan sampai kita mulai beradaptasi di gedung baru dengan banyak pecahan cerita baik itu suka maupun mendatar. Kenapa harus mendatar? Karena memang tak benar-benar ada yang namanya duka selama kita terus tertawa.

Bersih-bersih Bersama

Sebelum kepindahan kami kemari, kami mendapatkan intruksi dari Mas Vatih sekaligus Mas Umar yang merupakan pengelola dan penanggungjawab kami di Sintesa untuk bekerja bakti membersihkan gedung baru yang sebenarnya sudah lama dibangun namun belum sempat ditempati.

Berangkatlah kami kesana saat itu setelah acara evaluasi mingguan selesai. Karena tempatnya yang memang tak cukup jauh dari gedung pesantren lama. Kami cukup untuk berjalan kaki kesana, secara bergiliran keluar dengan beberap teman yang ikut bergabung.

Bersih-bersih Bersama

Sebelum kepindahan kami kemari, kami mendapatkan intruksi dari Mas Vatih sekaligus Mas Umar yang merupakan pengelola dan penanggungjawab kami di Sintesa untuk bekerja bakti membersihkan gedung baru yang sebenarnya sudah lama dibangun namun belum sempat ditempati.

Berangkatlah kami kesana saat itu setelah acara evaluasi mingguan selesai. Karena tempatnya yang memang tak cukup jauh dari gedung pesantren lama. Kami cukup untuk berjalan kaki kesana, secara bergiliran keluar dengan beberap teman yang ikut bergabung.

Tapi kami akhirnya berinisiatif untuk memakai sapu biasa dengan menambahkan pipa kecil yang seukuran untuk bisa menggapai. Akhirnya sangguplah kita untuk membersihkan langit-langit ruangan dengan segera tanpa harus menunggu alat aslinya.

Setelah langit-langit ruangan selesai dibersihkan, kami mulai membersihkan lantai ruangan. Pada awalnya kami bersihkan dahulu debu debu yang mulai menebal di lantai dengan sapu yang telah tersedia. Lalu setelah semua beres, mulailah untuk mengepel lantai agar menjadi lebih bersih.

Karena ruangan yang cukup besar, sedangkan kami hanya berempat saja. Walau akhirnya ada beberapa teman dari spot lain yang sudah selesai dan ikut membantu juga. Akhirnya kami memakai ”langsung siram” untuk cara mengepelnya.

Jadi tidak dikerjakan per satuan baris untuk menyelesaikan ngepel kita. Cukup dengan siramkan air yang sudah diberikan sabun pell walaupun sedikit ke seluruh ruangan. Lalu dengan alat pel seadanya, kami mulai membersihkan secara cepat lantai yang tadinya masih ada sisa debu itu untuk menjadi lebih bersih lagi.

Sampai akhirnya sekitar jam 10 siang. Mulai tampak hasilnya. Lantai yang tadi basah pun sudah mulai kering. Lalu kami sudahi untuk membersihkannya. Istirahat sebelum akhirnya kami kembali ke gedung pondok yang lama untuk persiapan pemindahan barang-barang kami.

Pindahan ke Pondok Baru

Menjelang waktu Ashar tiba, kami angkatan 4 mulai berkemas. Dengan membawa barang bekal kami selama di gedung yang lama. Juga beserta beberapa perlengkapan kami dari Pesantren untuk dipakai di gedung baru nantinya.

Secara bergantian dan teratur semua yang diperlukan kami bawa. Ada juga beberapa teman yang berkelompok akhirnya memakai fasilitas Pesantren, sebuah mobil untuk bebarengan mengangkut barang-barang tersisa.

Sampai di Pesantren baru, kami mulai menata barang bekal selama menetap disini dan juga memilih tempat untuk belajar. Tempat ini alhamdulillahnya masih diatur per kelompok, jadi tempat duduk masing-masing anggota kelompok tidak saling jauh ”kecuali saya”. Hehe

Hari ini karena masih sabtu dan juga waktu yang sudah mulai beranjak malam. Berarti waktu istirahat kami dari pekerjaan menulis artikel. Kami mengisinya dengan merapikan, membersihkan, dan juga menyiapkan beberapa hal penting untuk kelangsungan kami belajar kedepannya.

Namun sebenarnya tidak seperti itu. Artikel yang menumpuk seperti tugas 50 gambar yg seharusnya selesai dengan cara kami cicil per hari di sela-sela tugas harian. Malah lalai kami selesaikan(walau tidak semua orang yang lalai). Akhirnya malam itu hening, demi mengejar deadline esok hari. Rela begadang untuk selesai secepat mungkin.

Saya sendiri? Sebenarnya hanya selesai setengahnya. Kesulitan yg aku dapatkan adalah minimnya sumberdaya gambar(deskripsi dan penjelasan padahal sudah siap) dan juga keterbatasan pemakaian netbook mungil yang aku pakai menjadikan hobi menulis ini terasa melambat. Apalagi tentang gambar, dimana sisi visual yang dihasilkan menambah kinerja pada netbook milikku.

Tapi….. Hobi itu selalu menjadi menyenangkan walau dikerjakan dengan keterbatasan.

Menelusuri Pagi

Sebenarnya ini hanya bagian cerita di esok harinya. Ketika semua orang masih terlelap namun aku terbangunkan dikarenakan perasaan rinduku yang selalu ingin aku tuntaskan. Saat itu aku ingin niatkan berpuasa melanjutkan hari-hari sebelumnya. Namun, seperti yang kalian tahu sebelumnya. Kita baru pindah.

Persediaan makanan masih terbatas, peralatan masak di gedung pesantren baru pun masih belum sepenuhnya disiapkan. Tapi keinginan untuk tetap berpuasa dengan tetap makan sahur masih menggebu.

Akhirnya setelah beberapa saat aku putuskan untuk mencarinya keluar. Waktu itu sudah hampir subuh, ada beberapa teman yang sudah bangun. Jadi aku setidaknya sudah bisa mempercayakan keamanan dari dalam jika aku izin keluar.

Aku keluar, menyusuri jalan. Dengan sorot mata yang tajam menapaki jejaknya malam. Mencari, mungkin toko kelontong atau apa, yang masih buka pada jam tersebut. (Sepengalaman aku yang sering jalan keluar, pasti ada) Berjalan menyusuri setiap jalan di desa baru ini. Dan sampai akhirnya….

Aku coba bertanya ke salah satu warung, yang sebenarnya masih buka. Tapi sayang, beliau sang penjual mengatakan bahwa hari itu libur.

Gagal deh acara langsung sahurnya.

Namun tiba-tiba ada yang menyeletuk. “Dek, lapar ya? Coba jalan terus ke terminal. Di belakangnya ada Pasar. Disana kamu ada warung yang jualan nasi juga. (Dalam logat Jawa)

Oh enggeh Pak, dan aku segera bergegas untuk kesana. Sebenarnya aku baru tahu saat itu kalau ada Pasar di dekat sana. Makanya jadi agak terlambat.

Setelah menyusuri gang kecil untuk pergi ke belakang. Akhirnya aku sampai di pasar belakang terminal yang beliau maksud. Selang tak lama kemudian, aku menemukan tempat yang pas. Warung yang sederhana namun bisa memenuhi hasratku untuk makan sahur.

Memesan nasi pecel, di tambah es teh, dan juga beberapa potong tahu dan pisang goreng yang aku ambil segera memenuhi isi perutku. Walau jarak yang aku tempuh jauh, dan juga waktunya yang masih gelap nan mencekam. Namun aku mendapatkan hasil yang layak untuk dinikmati. Alhamdulillah.

Setelah selesai aku beranjak untuk pulang, di tengah perjalanan suara adzan subuh telah berkumandang. Sesegeralah aku mencari masjid atau musholah terdekat untuk menjawab panggilanNya.

Sampai aku menekukan sebuah mushollah dari asal suara terdekat. Tak seperti bayanganku sebelumnya. Jika di desaku, mushala hampir sama seperti masjid. Dengan bangunan yang terpisah dan juga tampak seperti masjid, namun lebih kecil. Tapi yang ada di sini, mushalanya bergabung dengan sebuah rumah.

Jadi jika kamu belum terbiasa disini dan belum waktunya shalat tiba. Kamu akan elihat kalau itu hanyalah bagian dari bangunan rumah biasa.

Dan seingatku pula. Di sepanjang jalan yang pernah aku lalui di desa ini. Di tempat yang “seperti mushola”. Ternyata memang seperti itu semuanya.

Oke skip, akhirnya aku masih bisa shalat tepat waktu walau di dalam perjalanan. Dan sehabis shalat usai, aku kembali lagi untuk pulang ke gedung Pondok baru di Dupak.

Okeh, itu aja deh sekelumit baris yang bisa aku ceritakan untuk saat ini. Kita lanjutkan ke pengalaman pribadi yang lain dengan topik yang lain. Hehehe…